by"Abu Abdillah Muhammad Farizqi"
Cinta bikin orang gila’, begitu kata sebagian orang. Barangkali ada
benarnya. Buktinya, banyak kita saksikan para pemuda atau pemudi yang rela
melanggar aturan-aturan agama demi mencari keridhaan pacarnya. Alasan mereka,
‘cinta itu membutuhkan pengorbanan’. Kalau berkorban harta atau bahkan nyawa
untuk membela agama Allah, tentu tidak kita ingkari. Namun, bagaimana jika yang
dikorbankan adalah syariat Islam dan yang dicari bukan keridhaan Ar-Rahman?
Semoga tulisan yang ringkas ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita bersama,
agar cinta yang mengalir di peredaran darah kita tidak berubah menjadi bencana.
Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ
كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى
الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا
وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Di antara manusia ada yang mencintai sekutu-sekutu selain Allah. Mereka
mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah, adapun orang-orang yang
beiman lebih dalam cintanya kepada Allah. Seandainya orang-orang yang zhalim
itu menyaksikan tatkala mereka melihat adzab (pada hari kiamat) bahwa
sesungguhnya seluruh kekuatan adalah milik Allah dan bahwa Allah sangat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah : 165)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Allah
menceritakan bahwa mereka (orang musyrik) mencintai pujaan-pujaan
mereka/sesembahan tandingan itu sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah. Maka
hal itu menunjukkan bahwa mereka juga mencintai Allah dengan kecintaan yang
sangat besar. Akan tetapi hal itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam.
Lalu bagaimana jadinya orang yang mencintai pujaan (selain Allah) dengan rasa
cinta yang lebih besar daripada kecintaan kepada Allah? Lalu apa jadinya orang
yang hanya mencintai pujaan tandingan itu dan sama sekali tidak mencintai
Allah?” (sebagaimana dinukil dalam Hasyiyah Kitab Tauhid, hal. 7.
islamspirit.com).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan : “Allah ta’ala menyebutkan tentang
kondisi orang-orang musyrik ketika hidup di dunia dan ketika berada di akhirat.
Mereka itu telah mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah yaitu
[sesembahan-sesembahan] tandingan. Mereka menyembahnya disamping menyembah
Allah. Dan mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dia itu adalah
Allah yang tidak ada sesembahan yang hak kecuali Dia, tidak ada yang sanggup
menentang-Nya, tidak ada yang bisa menandingi-Nya dan tiada sekutu bersama-Nya.
Di dalam Ash-Shahihain [Sahih Bukhari dan Muslim] dari Abdullah bin Mas’ud
-radhiyallahu’anhu-, dia berkata : Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, dosa
apakah yang terbesar.” Beliau menjawab : “Yaitu engkau mengangkat selain Allah
sebagai sekutu bagi-Nya padahal Dialah yang menciptakanmu.” Sedangkan firman
Allah, “adapun orang-orang beriman lebih dalam cintanya kepada Allah.” Hal itu
dikarenakan kecintaan mereka (orang yang beriman) ikhlas untuk Allah dan karena
kesempurnaan mereka dalam mengenali-Nya, penghormatan dan tauhid mereka
kepada-Nya. Mereka tidak mempersekutukan apapun dengan-Nya. Akan tetapi mereka
hanya menyembah-Nya semata, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan segala
urusan kepada-Nya…” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, I/262)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya
barangsiapa yang mencintai sesuatu selain Allah sebagaimana mencintai Allah
ta’ala maka dia termasuk kategori orang yang telah menjadikan selain Allah
sebagai sekutu. Syirik ini terjadi dalam hal kecintaan bukan dalam hal
penciptaan dan rububiyah… Karena sesungguhnya mayoritas penduduk bumi ini telah
mengangkat selain Allah sebagai sekutu dalam perkara cinta dan pengagungan.”
(dinukil dari Fathul Majid, hal. 320).
Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah menjelaskan, “Orang-orang musyrik itu
menyetarakan sesembahan mereka dengan Allah dalam hal kecintaan dan
pengagungan. Inilah pemaknaan ayat tersebut sebagaimana dipilih oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah…” (Ibthaalu Tandiid, hal. 180).
Syaikhul Islam mengatakan : “Penyetaraan semacam itulah yang disebutkan di dalam
firman Allah ta’ala tatkala menceritakan penyesalan mereka di akhirat ketika
berada di neraka. Mereka berkata kepada sesembahan-sesembahan dan sekutu-sekutu
mereka dalam keadaan mereka sama-sama mendapatkan adzab (yang artinya) : “Demi
Allah, dahulu kami di dunia berada dalam kesesatan yang nyata, karena kami
mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam.” (QS. Asy-Syu’araa’ : 97-98).
Telah dimaklumi bersama, bahwasanya mereka bukan mensejajarkan sesembahan
mereka dengan Rabbul ‘alamin dalam hal penciptaan dan rububiyah. Namun mereka
hanya mensejejajarkan pujaan-pujaan itu dengan Allah dalam hal cinta dan
pengagungan…” (dinukil dari Fathul Majid, hal. 320-321)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan :
“Kecintaan orang-orang yang beriman lebih dalam dikarenakan kecintaan tersebut
adalah kecintaan yang murni yang tidak terdapat noda syirik di dalamnya.
Sehingga kecintaan orang-orang yang beriman menjadi lebih dalam daripada
kecintaan mereka (orang-orang kafir) kepada Allah.” (Al-Qaul Al-Mufid, II/4-5).
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa makna ‘orang-orang yang
beriman lebih dalam cintanya kepada Allah’ yaitu apabila dibandingkan dengan
kecintaan para pengangkat tandingan itu terhadap sekutu-sekutu mereka. Karena
orang-orang yang beriman itu memurnikan cinta untuk Allah, sedangkan mereka
mempersekutukan-Nya. Selain itu, mereka juga mencintai sesuatu yang memang
layak untuk dicintai, dan kecintaan kepada-Nya merupakan sumber kebaikan,
kebahagiaan dan kemenangan hamba. Adapun orang-orang musyrik itu telah
mencintai sesuatu yang pada hakikatnya tidak berhak sama sekali untuk dicintai.
Dan mencintai tandingan-tandingan itu justru menjadi sumber kebinasaan dan
kehancuran hamba serta tercerai-cerainya urusannya.” (Taisir Al-Karim
Ar-Rahman, hal. 80).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Sumber terjadinya kesyirikan terhadap
Allah adalah syirik dalam perkara cinta. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan
diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan, mereka mencintainya
sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah. Adapun orang-orang yang beriman
lebih dalam cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah : 165)…” Beliau menegaskan
: “Maksud dari pembicaraan ini adalah bahwasanya hakikat penghambaan tidak akan
bisa diraih apabila diiringi dengan kesyirikan kepada Allah dalam urusan cinta.
Lain halnya dengan mahabbah lillah. Karena sesungguhnya kecintaan tersebut
merupakan salah satu koneskuensi dan tuntutan dari penghambaan kepada Allah.
Karena sesungguhnya kecintaan kepada rasul –bahkan harus mendahulukan kecintaan
kepadanya daripada kepada diri sendiri, orang tua dan anak-anak- merupakan
perkara yang menentukan kesempurnaan iman. Sebab mencintai beliau termasuk
bagian dari mencintai Allah. Demikian pula halnya pada kecintaan fillah dan
lillah…” (Ad-Daa’ wad-Dawaa’, hal. 212-213)
Buktikan Cintamu!
Dari Anas radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai dia
menjadikan aku lebih dicintainya daripada anak, orang tua dan seluruh umat
manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin
rahimahullah berkata : “Maka keimanan tidak menjadi sempurna sampai Rasul lebih
dicintainya daripada seluruh makhluk. Kalau demikian halnya yang seharusnya
diterapkan dalam kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka bagaimanakah lagi dengan kecintaan kepada Allah ta’ala?!!…” (Al-Qaul
Al-Mufid, II/6).
Allah ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
“Katakanlah : Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku.” (QS. Ali-’Imraan
: 31). Syaikhul Islam berkata : “Maka tidaklah seseorang menjadi pecinta Allah
hingga dia mau tunduk mengikuti Rasulullah.” (lihat Al-’Ubudiyah)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan : “Pokok
dari seluruh amal perbuatan adalah rasa suka (cinta). Karena seorang manusia
tidaklah melakukan sesuatu kecuali apa yang disukainya, baik dalam rangka
mendapatkan manfaat atau untuk menolak madharat. Maka apabila dia melakukan
sesuatu tentulah karena dia menyukainya, mungkin karena dzat sesuatu itu
sendiri (sebab internal) seperti halnya makanan atau karena sebab eksternal
seperti halnya meminum obat. Ibadah kepada Allah itu dibangun di atas pondasi
kecintaan. Bahkan rasa cinta itulah hakikat dari ibadah. Sebab apabila anda
beribadah tanpa memiliki rasa cinta maka ibadah yang anda perbuat akan terasa
hambar dan tidak ada ruhnya. Karena sesungguhnya apabila di dalam hati seorang
insan masih terdapat rasa cinta kepada Allah dan keinginan untuk menikmati
surga-Nya maka tentunya dia akan menempuh jalan untuk menggapainya…” (Al-Qaul
Al-Mufid, II/3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara,
barangsiapa yang pada dirinya terdapat ketiganya niscaya akan merasakan
manisnya iman; [1] Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain
keduanya, [2] dia mencintai orang lain tidak lain disebabkan cinta karena
Allah, [3] dan dia tidak suka kembali kepada kekafiran sebagaimana dia tidak
suka untuk dilemparkan ke dalam kobaran api.” (HR. Bukhari [15,20,5581,6428]
dan Muslim [60,61] dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Tali keimanan yang
paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ibnu
Abi Syaibah dalam Mushannafnya [92] dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu
disahihkan Al-Albani dalam takhrij Kitabul Iman karya Ibnu Taimiyah).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Tanda
kebenaran cinta itu ialah apabila seseorang dihadapkan kepadanya dua perkara,
salah satunya dicintai Allah dan Rasul-Nya sementara di dalam dirinya tidak ada
keinginan (nafsu) untuk itu, sedangkan perkara yang lain adalah sesuatu yang
disukai dan diinginkan oleh nafsunya akan tetapi hal itu akan menghilangkan
atau mengurangi perkara yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Apabila ternyata dia
lebih memprioritaskan apa yang diinginkan oleh nafsunya di atas apa yang
dicintai Allah ini berarti dia telah berbuat zalim dan meninggalkan kewajiban
yang seharusnya dilakukannya” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 332).
Maka perhatikanlah wahai saudaraku kecenderungan dan gerak-gerik hatimu,
jangan-jangan selama ini engkau telah menobatkan sesembahan selain Allah jauh
di dalam lubuk hatimu; entah itu harta, kedudukan, jabatan, benda, atau sesosok
manusia. Engkau mengharapkannya, menggantungkan cita-citamu kepadanya, takut
kehilangan dirinya sebagaimana rasa takutmu kehilangan bantuan dari Allah ta’ala,
sehingga keridhaannya pun menjadi tujuan segala perbuatan dan tingkah lakumu.
Halal dan haram tidak lagi kau pedulikan, aturan Allah pun kau lupakan. Aduhai,
betapa malang orang-orang yang telah menjadikan makhluk yang lemah dan tak
berdaya sebagai tumpuan harapan hidupnya. Sungguh benar Ibnul Qayyim
rahimahullah yang mengatakan, “Sesungguhnya mayoritas penduduk bumi ini telah
mengangkat selain Allah sebagai sekutu dalam perkara cinta dan pengagungan.”
(dinukil dari Fathul Majid, hal. 320).
"Semoga
Allah menyelamatkan hati kita dari tipu daya Iblis dan bala tentaranya, dan
semoga Allah meneguhkan hati kita untuk menjunjung tinggi kecintaan kepada-Nya
di atas segala-galanya. Sebab tidak ada lagi yang lebih melegakan hati dan
perasaan kita selain tatkala Allah ta’ala telah menetapkan cinta-Nya untuk
kita, sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengabulkan doa. Semoga
shalawat dan salam tercurah kepada Nabi-Nya, segala puji bagi Allah Rabb
penguasa seluruh alam semesta"
Diharapkan jangan membaca isi blog ini jika niat anda hanya iseng-iseng yang tak punya tujuan dan disarankan mending jauh jauh dari sini kami butuh pembaca yang bener bener punya kesentsistifan dalam bidang ilmu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
SISTEM PENDINGIN PADA SEPEDA MOTOR
A. Deskripsi Singkat Setiap motor bakar memerlukan pendinginan. Untuk itu dikenal adanya siste...

-
A. Uraian Materi 1. Pendahuluan Sistem kelistrikan tambahan merupakan sistem di luar sistem utama namun memiliki fungsi yang ...
-
BAHAN AJAR I PERAWATAN MESIN KENDARAAN RINGAN A. Konsep Pemeliharaan Atau Perawatan Atau Servis Kendaraan Di dalam masyaraka...
-
A. Deskripsi Singkat Mesin terdiri dari bagian-bagian logam yang bergerak, beberapa diantaranya ada yang berhubungan langsung s...
No comments:
Post a Comment