Tuesday, July 24, 2012

Anda Seorang Pemalas? Ini Cara Mengatasinya

Jakarta - Rasa malas bisa dialami oleh semua orang, termasuk kemalasan melakukan kegiatan penting untuk menuju sukses. Ini ada beberapa gagasan bagaimana mengalahkan rasa malas anda, dalam segala hal. Berikut ini ulasan dari pakar marketing, Tung Desem Waringin soal mengatasai kemasalan: Mereka sibuk dan mereka tetap sibuk karena itu salah satu cara untuk menghindari sesuatu yang tidak ingin mereka hadapi. Ada orang sibuk nonton TV, sibuk memancing, bermain golf, sibuk belanja ke Mall, namun didalam hati mereka ingin menghindari sesuatu hal yang tidak ingin mereka hadapi. Ini adalah bentuk kemalasan yang paling umum. Malas dengan jalan tetap sibuk. Ada juga orang yang sibuk bekerja keras sehingga tidak perduli dengan istri dan anaknya. Dan ada juga orang yang terlalu sibuk mengurusi kekayaan mereka dan tidak perduli dengan kesehatan mereka. Dan ada orang yang terlalu sibuk mengurusi kesehatan dan tidak perduli lagi terhadap pekerjaan. Yang menjadi ukuran malas adalah apa yang dianggap penting jauh di dalam lubuk hati mereka, tetapi mereka hindari. Kata Robert Kiyosaki, 'Obat untuk kemalasan adalah sedikit ketamakan' Seringkali kita mendengar bahwa 'orang tamak adalah orang yang jahat' Namun dalam diri kita semua adalah nafsu/ hasrat untuk memiliki barang-barang baru atau bagus atau hal-hal yang menyenangkan. Jadi agar hasrat itu tetap terkendali, orang tua kita kerap kali menemukan cara-cara untuk menekan hasrat itu dengan cara menciptakan rasa bersalah. Jadi, setiap kali Anda mendapati diri Anda menghindari sesuatu yang Anda tahu seharusnya Anda lakukan, maka satu-satunya hal yang Anda tanyakan pada diri Anda sendiri adalah 'apa untungnya untuk saya?' Bersikaplah sedikit tamak. Itulah obat yang terbaik untuk kemalasan. Akan tetapi, terlalu tamak, seperti apapun lainnya yang berlebihan, tidaklah baik. Menurut saya pribadi, bagaimana menghilangkan rasa malas kita harus mempunyai alasan yang sangat kuat. Dan alasan yang sangat kuat adalah menghindari sengsara dan mencari nikmat. Bila kita sedang malas, bayangkan, dengarkan dan rasakan penderitaan yang amat sangat dengan detail dan emosionil (tulis minimal 10 kerugian) bila kita masih bermalas-malasan atau tidak melakukan hal-hal yang penting, dan bayangkan, dengarkan dan rasakan kenikmatan yang amat sangat secara detail dan emosionil (tulis minimal 10 kenikmatan) bila kita sudah mulai rajin dan melakukan hal-hal yang penting. Penderitaan dan kenikmatan ini bukan hanya sekarang, tapi 1 tahun kedepan, 5 tahun kedepan, 10 tahun kedepan dan 20 tahun kedepan.

Cara Menghilangkan dan Mengatasi Rasa Malu

Cara Menghilangkan dan Mengatasi Rasa Malu – Seseorang yang percaya diri biasaya sudah tidak ada lagi rasa malu tapi bukan tak tahu malu maksudnya berani tampil / unjuk gigi . Namun itu hanya sebagian orang saja, kebanyakan orang itu Merasa tidak percaya diri yang menyebabkan Malu. Ada juga seseorang yang malu pada saat berani tampil dan kemudian membuat sebuah kejadian memalukan (konyol) / kesalahan / kegagalan, jika rasa malu tidak segera di hapus dari diri kita maka rasa malu itu akan membunuh kreatifitas diri kita. Menurut seorang ahli psikologi, Bernardo J. Carducci, Ph.D, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi rasa malu: Pandang keluar. Saat melakukan kesalahan, kita pasti merasa seluruh dunia sedang memandangi kita. Padahal ini adalah persepsi yang salah. Kebanyakan orang menghabiskan waktu mereka untuk memikirkan diri mereka sendiri, bukan memikirkan Anda. Dengan menyadari hal ini maka akan membuat Anda dapat mengatasi rasa malu yang hinggap pada diri Anda. Jangan menyalahkan diri sendiri. Saat kita merasa sadar dengan diri sendiri, kita cenderung menganggap setiap kesalahan ataupun kegagalan disebabkan karena kelemahan kita, ketimbang memikirkan faktor eksternal yang kemungkinan menjadi pemicunya. Jangan terlalu membebankan tanggungjawab pada diri sendiri. Akuilah bahwa Anda memang salah, tapi bukan karena Anda bodoh, tapi karena orang lain mengajukan pertanyaan bodoh kepada Anda. Fokus pada masa depan. Daripada terus menerus merenungkan kejadian yang membuat diri Anda merasa malu, lebih baik fikirkan apa yang akan Anda lakukan jika kejadian tersebut terjadi lagi. Hal ini akan dapat membuat Anda lebih percaya diri dan akan membuat Anda dapat terhindar dari kesalahan yang sama di masa depan. Manfaatkan rasa malu. Rasa malu tidak selamanya buruk, terkadang juga ada manfaatnya. Rasa malu menunjukkan kepada orang lain bahwa kita sadar bahwa kita telah melakukan kesalahan. Ketika Anda merasa malu, pasti wajah Anda akan memerah, walaupun Anda tidak menjelaskan dengan kata-kata, sebenarnya sama dengan berkata, ”maafkan saya”

Ini yang Membuat Orang Kaya Makin Bertambah Hartanya

Jakarta - Istilah orang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, sudah sering kita dengar. Kenyataannya fenomena itu memang benar-benar terjadi dalam kehidupan kita. Berikut ini penjelasan singkat pakar marketing Tung Desem Waringin, bagaimana kita berpikir dan memposisikan diri sebagai orang yang kaya, menengah atau bahkan hanya sebagai orang miskin: Mengapa orang kaya semakin kaya? Karena begitu orang kaya penghasilannya bertambah besar, maka gaya hidupnya sementara tetap (menunda kesenangan). Penghasilan yang lebih ini di investasikan kedalam asset. Misalnya beli saham yang menghasilkan deviden, rumah kost kost-an, ruko yang dikontrakkan, Mall yang disewakan, sarang walet, usaha-usaha yang menghasilkan, dan lain-lain. Sedemikian sehingga penghasilan mereka bertambah besar. Dan ketika penghasilan mereka bertambah besar lagi, mereka investasikan lagi ke dalam asset tersebut diatas, sehingga semakin kaya dan semakin kaya lagi. Mengapa orang menengah bergumul terus secara finansial? Ketika orang menengah penghasilannya bertambah besar maka dia mencicil rumah yang lebih besar, mobil yang lebih besar, handphone yang lebih canggih, komputer yang lebih modern, televisi yang lebih besar, audio yang lebih canggih dan banyak sekali uang untuk kewajiban sehingga masuk kedalam pengeluaran. Orang menengah ini bisa memiliki rumah yang besar, mobil yang besar tapi tidak mempunyai uang yang bekerja untuk dia. Dan seumur hidupnya menjadi budak uang karena membayar cicilan semakin besar seumur hidupnya. Mengapa orang miskin bablas miskin? Orang miskin tidak perduli seberapa besar pun penghasilannya semua akan masuk ke pengeluaran. Contoh: Orang miskin begitu penghasilannya bertambah besar mereka beli TV yang besar, beli jamnya yang mahal, beli hp yang lebih baru, beli baju mahal, makan di restoran mewah, ikut keanggotaan fitness, ikut asuransi yang tidak perlu, dan lain-lain. Semua dijalankan karena gaya hidup moderen atau tidak mau ketinggalan zaman. Pertanyaannya: Bila penghasilan Anda bertambah besar, Anda belikan apa? Hal-hal yang menghasilkan uang lagi atau hal-hal yang menghabiskan uang. Silahkan dijawab, Anda yang tahu termasuk golongan manakan Anda? Semoga bermanfaat, by" Tung Desem Waringin

Wednesday, July 18, 2012

Sifat 20 Allah swt

SIFAT WAJIB BAGI ALLAH SWT 1. Wujud : Artinya Ada Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 ) 2. Qidam : Artinya Sedia Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian : • Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala ) • Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala ) • Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah kepada anak ) • Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun ) Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala. 3. Baqa’ : Artinya Kekal Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian : • Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT. • Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi. • Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi ( Kedua ). 4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith. Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu. Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap ) secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baharu. 5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya . Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian : • Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT. • Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat yang baharu ). • Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) . • Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala. 6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan. Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang bercerai ). Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah Ta’ala. Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna. Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta’ala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu : 1. Kam Muttasil pada zat. 2. Kam Munfasil pada zat. 3. Kam Muttasil pada sifat. 4. Kam Munfasil pada sifat. 5. Kam Munfasil pada perbuatan. Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman. 7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT. Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad. a. Iktiqad Qadariah : Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT. b. Iktiqad Jabariah : Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata ( tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ). c. Iktiqad Ahli Sunnah Wal – Jamaah : Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-mata dan tidak memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan yang di sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar serta usaha hamba adalah tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan tegahan ( ada pahala dan dosa ). 8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta’ala. Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah kepada Allah SWT. 9. ‘Ilmu : Artinya : Mengetahui Allah Ta’ala . Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ’ilmu Allah Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini. 10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta’ala. Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam. 11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta’ala. Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising , bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “. ( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 ) 12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta’ala . Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 ) 13 .Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala. Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Aku Allah , tiada tuhan melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 ) Dan daripada yang mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” ……..( kata orang Nasrani ) bahwasanya Allah Ta’ala yang ketiga daripada tiga……….”. (Surah Al-Mai’dah – Ayat 73). Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96). Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu : 1. Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan. 2. Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan. 3. Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain. 4. Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga dan lain-lain. 5. Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat. 14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat. 15.Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat. 16.Kaunuhu ‘Aliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu. 17.Kaunuhu Hayyun : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat. 18.Kaunuhu Sami’an : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’. 19.Kaunuhu Bashiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ). Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar. 20.Kaunuhu Mutakalliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Kalam.

Surah al-Ahqaf : 15-16 – IBUBAPA

Di dalam pusingan ini, al-Quran mengatakan tentang fitrah manusia yang jujur dan yang menyeleweng dan akibat yang akan menimpa mereka masing-masing. Ia memulakan dengan pesanan berbakti kepada dua ibubapa. Pesanan seperti ini sering kali disebut selepas membicarakan persoalan aqidah mengenali Allah atau disebut serentak dengannya. Ini adalah kerana hubungan ibubapa dan anak itu merupakan hubungan pertama selepas hubungan keimanan kepada Allah dari segi kekuatan dan kepentingannya dan hubungan paling utama yang harus diambil perhatian yang berat dan diberi penghormatan. Sebutan seiringan ini mengandungi dua maksud. Maksud pertama ialah menyatakan kepentingan hubungan ibubapa dan anak, dan maksud kedua ialah menyatakan bahawa hubungan iman kepada Allah itu merupakan hubungan pertama yang didahulukan kemudian diiringi pula dengan hubungan darah dalam bentuknya yang paling erat. Di dalam pusingan ini, dikemukakan dua contoh fitrah manusia. Dalam contoh yang pertama, hubungan keimanan kepada Allah bertemu dengan hubungan dua ibubapa dalam perjalanan keduanya yang lurus, jujur serta mendapat hidayat yang menyampaikan mereka kepada Allah. Dalam contoh yang kedua, hubungan keturunan terputus dari hubungan keimanan. Kedua-duanya tidak mempunyai titik pertemuan. Contoh yang pertama berakhir dengan kesudahan mendapat syurga dan berita gembira, sedangkan contoh yang kedua berakhir ke dalam Neraka dan menerima nasib azab sengsara. Sesuai dengan keadaan ini, al-Quran menayangkan gambaran azab dalam satu pemandangan dari pemandangan-pemandangan hari Qiamat, iaitu gambaran yang menggambarkan akibat kefasiqan dan keangkuhan. 15. “Dan Kami telah berpesan kepada manusia supaya berbuat kebaikan kepada dua ibu bapanya …” Ini adalah pesanan kepada seluruh umat manusia. Dan pesanan ini pula dibuat di atas asas kemanusiaan semata-mata tanpa memerlukan kepada mana-mana sifat lain di sebalik sifatnya sebagai manusia. Ia merupakan pesanan supaya membuat kebaikan dan kebaktian yang bebas dari segala syarat dan ikatan terhadap ibubapa, kerana sifat keibubapaan itu sendiri memerlukan kebaktian seperti itu, tanpa memerlukan kepada mana-mana sifat yang lain lagi. Ia adalah pesanan yang terbit dari Allah yang menciptakan manusia, dan mungkin pula pesanan ini adalah khusus untuk jenis manusia sahaja, kerana tidak pernah diketahui di alam burung atau di alam haiwan atau di alam serangga bahawa anak-anak yang kecil itu diwajibkan menjaga ibubapa mereka yang tua. Apa yang dilihat dan disaksi ialah fitrah makluk-makhluk ini hanya ditaklifkan supaya yang tua menjaga yang muda di dalam setengah-setengah jenis binatang sahaja. Kerana itu pesanan ini mungkin khusus untuk jenis manusia sahaja. Pesanan membuat kebaikan dan kebaktian kepada dua ibubapa berulang-ulang kali disebut di dalam al-Quran al-Karim dan di dalam hadis-hadis Rasulullah saw. Tetapi tidak ada pesanan yang ditujukan kepada ibubapa supaya berbuat kebaikan kepada anak-anaknya melainkan jarang-jarang sekali iaitu kerana adanya suatu sebab atau keadaan-keadaan tertentu, kerana dorongan fitrah insan itu sahaja sudah cukup untuk menggerakkan ibubapa menjaga dan memelihara anaknya secara spontan yang tergerak dengan sendiri tanpa memerlukan kepada peransang atau pendorong yang lain. Fitrah inilah yang membuat ibubapa sanggup melakukan pengorbanan yang luhur, sempurna dan aneh, iaitu pengorbanan yang seringkali sampai kepada had mati, apatah lagi menderita kesakitan dan kesengsaraan. Mereka berbuat demikian tanpa teragak-agak, tanpa menunggu ganjaran, tanpa membangkit-bangkit dan tanpa keinginan untuk mendapatkan terima kasih. Tetapi bagi generasi anak-anak pula, mereka tidak banyak menoleh kebelakang. Mereka tidak banyak menoleh kepada generasi ibubapa yang berkorban, memberi dan sudah tua, kerana giliran mereka ialah maju ke depan mendapatkan generasi baru dari anak-anak mereka pula, dan untuk generasi inilah mereka mengambil giliran berkorban dan memeliharanya. Demikianlah berlalunya hidup ini. Islam menjadikan keluarga sebagai kepingan-kepingan bata asas dalam pembinaan masyarakat Islam dan tempat belaan dan asuhan, di mana anak-anak yang masih mentah itu perlahan-lahan dapat berkembang dan membesar, di samping menerima bekalan kasih sayang, bantu membantu, sanggup menyanggup dan bina membina. Kanak-kanak yang tidak mendapat tempat belaan keluarga akan membesar dengan kelakuan-kelakuan yang ganjil/abnormal di dalam beberapa segi kehidupannya walaupun ia menerima kerehatan dan didikan yang secukupnya di luar lingkungan keluarga. Bekalan utama yang tidak dapat diperolehinya di tempat belaan yang lain dari belaan keluarga ialah perasaan kasih sayang. Umum di akui bahawa kanak-kanak dengan tabiat semulajadinya suka membolot ibunya dalam dua tahun yang pertama dari umur hidupnya. Dalam masa ini, dia tidak sanggup berkongsi ibu dengan sesiapa pun. Ini tidak dapat dinikmati kanak-kanak di tadika-tadika, kerana pengasuh-pengasuh yang bertugas di sini adalah berkewajipan mengasuh beberapa orang kanak-kanak yang lain dalam satu masa. Mereka berdengki-dengki satu sama lain untuk mendapat ibu tiruan bersama itu. Disinilah tumbuhnya di dalam hati mereka perasaan marah dan dendam menyebabkan perasaan kasih sayang tidak dapat tumbuh di hati mereka. Begitu juga kanak-kanak memerlukan satu kuasa yang tetap yang menjaga dan mengawasinya supaya ia dapat membina syakhsiyahnya yang teguh. Ini tidak mungkin terlaksana melainkan di tempat belaan keluarga, kerana di tadika-tadika tidak terdapat satu kuasa syakhsiyah yang tetap, kerana pengasuh-pengasuh di sana berubah-ubah dan bergilir-gilir menjaga kanak-kanak yang lain. Ini menyebabkan syakhsiyah kanak-kanak itu tidak teguh dan kukuh. Ujian-ujian dan pengalaman-pengalaman di tadika-tadika setiap hari mendedahkan hikmat kebijaksanaan tulen mengapa keluarga itu dijadikan batu asas yang pertama bagi pembinaan masyarakat yang sejahtera, iaitu masyarakat yang menjadi matlamat perjuangan Islam untuk membangunkannya di atas landasan fitrah yang sejahtera. Di sini al-Quran menggambarkan pengorbanan yang luhur yang diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya, iaitu satu pengorbanan yang tidak dapat dibalas selama-lamanya oleh anak-anaknya walau bagaimana besarnya kebaktian mereka menjunjung perintah Allah membuat baik kepada kedua ibubapa mereka : 15. “… Ibunya telah mengandungkannya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah. Tempoh mengandungnya sampai lepas susunya ialah tiga puluh bulan …” Susunan kata-kata ayat ini dan bunyi kata-kata itu sendiri memberi gambaran yang hidup betapa teruknya kesusahan, kepenatan, kepayahan dan kesulitan yang dialami seseorang ibu. Ungkapan ini seolah-olah keluhan penat lelah memikul tanggungan yang berat yang membuat seseorang itu termengah-mengah menarik nafas. Itulah gambaran ibu yang mengandung terutama di hari-hari akhir, dan itulah keadaan ibu yang melahirkan anak dengan penuh penderitaan dan kesakitan. Ilmu genetik telah menerangkan kepada kita betapa besarnya pengorbanan seorang ibu dalam proses mengandung dan melahirkan seorang anak. Ia menerangkan kepada kita dengan gambaran yang amat menarik dan jelas. Sebaik saja telur perempuan itu berkahwin (bersenyawa) dengan sel mani lelaki, ia berusaha melekatkan dirinya di dinding rahim. Ia dilengkapkan dengan sifat pemakan. Ia mengoyak dinding rahim tempat ia melekat itu dan memakannya, maka darah si ibu pun mengalir ke tempatnya, di mana telur yang bersenyawa dengan sel mani itu sentiasa tergenang dalam darah ibu yang kaya dengan berbagai-bagai zat. Ia menghisapkan darah itu untuk hidup subur. Ia sentiasa memakan dinding-dinding rahim itu, sentiasa menghisap bahan hayat, sedangkan si ibu makan dan minum, mencerna dan menghisap untuk membekalkan darah yang bersih dan berzat kepada telur yang lahap dan rakus itu. Dalam masa pembentukan tulang-temalang janin, ia banyak menghisap zat kapur dari darah ibunya, ini menyebabkan di ibu itu memerlukan zat kapur kerana ia memberikan larutan tulang-tulangnya dalam darah untuk membentuk tulang bayi yang comel itu. Ini hanya sebahagian kecil dari pengorbanan si ibu yang banyak. Di samping itu, melahirkan anak pula merupakan proses yang sukar dan mengoyakkan anggota, tetapi kesakitan dan kemeranaan melahirkan anak itu tidak dapat menghalang keinginan fitrah si ibu. Ia tidak dapat menjadikan si ibu lupa kepada kemanisan mendapat anak yang memenuhi keinginan fitrahnya. Ibarat benih yang menumbuhkan tumbuhan yang baru, ia hidup dan menjalar subur sedangkan benih itu sendiri mengering dan mati. Kemudian diikuti pula dengan kerja menyusu dan membela. Si ibu memberi jus daging dan tulang-temalangnya di dalam susu. Ia memberi jus hati dan sarafnya untuk membela bayinya. Walaupun demikian, dia tetap gembira, bahagia, pengasih dan penyayang. Dia tidak pernah jemu dan tidak pernah bosan dengan kepenatan melayani bayinya. Yang menjadi cita-cita si ibu ialah ia mahu melihat anak itu sihat dan subur. Itulah satu-satunya ganjaran yang diingininya. Masakan seorang itu dapat membalas pengorbanan di ibu ini biarpun bagaimana besar ia berbakti dan membuat baik kepada, kerana apa yang dibuat olehnya adalah terlalu kecik dan sedikit. Amatlah benar sabda Rasulullah saw apabila beliau ditemui seorang lelaki dalam masa tawaf. Lelaki itu mengendung ibunya mengerjakan tawaf, lalu ia bertanya Rasulullah saw : “Adakah hamba telah menyempurnakan haknya?” Jawab Beliau saw : “Tidak, tidak sampai pun dengan sepenarik keluhannya.” (Riwayat oleh al-Hafiz Abu Bakar dengan isnadnya dari Buraydah dari bapanya) Setelah selesai menerangkan pesanan berbakti kepada dua ibubapa dan menggerakkan hati manusia dengan pengorbanan ibu-ibu, al-Quran membawa kita kepada peringkat di bayi itu meningkat usia dewasa yang matang, mempunyai fitrah yang jujur dan hati yang mendapat hidayat : 15. “… Sehingga apabila ia sampai ke peringkat dewasa dan meningkat usia empat puluh ia pun berdoa : “Wahai Tuhanku, Dorongkan daku supaya mensyukuri nikmatMu yang telah engkau kurniakannya kepadaku dan kepada dua ibubapaku dan supaya aku mengerjakan amalan yang soleh yang Engkau redhakannya dan kurniakanlah kesolehan dalam zuriat keturunan ku. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu dan sesungguhnya aku dari golongan Muslimin.” Peringkat umur dewasa yang matang ialah peringkat umur di antara tiga puluh dan empat puluh. Dan peringkat usia empat puluh tahun itu merupakan kemuncak kematangan, di waktu ini segala kekuatan dan tenaga seseorang itu subur dengan sempurna dan di waktu inilah juga ia cukup bersedia untuk memikirkan sesuatu dengan mendalam dan tenang. Dan di dalam peringkat usia ini juga fitrah manusia yang jujur dan lurus mulai memberi perhatiannya kepada hakikat di sebalik hidup dan selepas hidup ini memikirkan nasib kesudahan hayatnya. Di sini al-Quran menggambarkan perasaan dan fikiran yang terlintas di dalam jiwa yang jujur itu semasa ia berada dipersimpangan jalan di antara peringkat umurnya yang telah berlalu dengan peringkat akhir umurnya yang hampir-hampir kelihatan, disinilah ia berdoa kepada Allah swt : 15. “…“Wahai Tuhanku, Dorongkan daku supaya mensyukuri nikmatMu yang telah engkau kurniakannya kepadaku dan kepada dua ibubapaku …” Inilah seruan kalbu yang mengenangkan nikmat Allah, kalbu yang merasa nikmat Ilahi itu begitu besar dan begitu banyak. Nikmat itu telah melimpahi dirinya dan dua ibubapanya sebelum ini, iaitu nikmat Ilahi yang telah begitu lama diketahuinya. Kalbu yang merasa kesyukuran dan terima kasihnya adalah terlalu kecil, kerana ia berdoa kepada Allah supaya ia dapat mensyukuri semuanya. Ia memohon supaya Allah dorongkannya agar dapat ia menunaikan kewajipan kesyukuran itu dengan sempurna dan janganlah tenaganya dan perhatiannya berbelah bagi di dalam kesibukan-kesibukan yang lain dari menyempurnakan kewajipan yang besar ini. 15. “… Dan supaya aku mengerjakan amalan yang soleh …” Ini satu lagi permohonannya iaitu ia berdoa agar ia dikurniakan pertolongan dan taufiq kepada amalan-amalan yang soleh yang sempurna hingga mendapat keredhaan Allah, kerana Allah itu merupakan satu-satunya matlamat dan harapan yang dicita-citakannya. 15. “… Dan kurniakanlah kesolehan dalam zuriat keturunanku …” Inilah permohonan ketiga . Setiap hati yang mukmin bercita-cita supaya amalannya yang soleh itu bersambung pada zuriat keturunannya dan agar hati merasa tenang bahawa di dalam zuriat keturunannya yang akan datang terdapat anak cucunya yang menyembah Allah dan memohon keredhaanNya. Zuriat keturunan yang soleh itulah cita-cita dan impian setiap hamba yang soleh. Ia lebih menyenangkan hatinya dari segala perhiasan dunia. Doa ini bermula dari ibubapa kepada sekalian anak cucu-cicit supaya generasi yang bersilih ganti itu bersambung di dalam ketaatan kepada Allah Ia mengemukakan permohonan syafaatnya kepada Allah dan syafaatnya yang dikemukakan di hadapan doanya yang tulus ikhlas itu ialah taubat dan penyerahan diri kepada Allah (Islam) : 15. “… Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu dan sesungguhnya aku dari golongan Muslimin.” Itulah sikap hamba yang soleh yang mempunyai fitrah yang bersih dan jujur terhadap Allah, sedangkan sikap Allah terhadap mereka telah diterangkan oleh al-Quran seperti berikut : 16. “Merekalah orang-orang yang Kami terima dari mereka sebaik-baik amalan yang dikerjakan mereka dan Kami ampunkan kesalahan-kesalahan mereka. Mereka adalah dari penghuni-penghuni syurga sebagai memenuhi janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” Maksudnya, balasan itu mengikut hisab yang sebaik-baiknya dan kesalahan-kesalahan akan diampuni. Dan tempat kembalinya ialah syurga bersama penghuni-penghuninya. Itulah penunaian janji yang benar yang dijanjikan kepada mereka di dunia. Dan Allah tidak akan memungkiri janjiNya. Dan balasanNya adalah balasan nikmat yang melimpah ruah. Fi Zilal al-Quran, Asy-Syahid Sayyid Qutb Rahimahullah, Jilid 14, ms507-513 Pustaka Aman Press 2000/1420

berbakti dan berbuat baik kepada ibu bapa

BERBAKTI dan berbuat baik kepada ibu bapa satu perintah dan tanggungjawab yang wajib disempurnakan setiap individu bergelar anak tanpa mengira ibu bapanya itu beriman atau sebaliknya. BERBAKTI dan berbuat baik kepada ibu bapa satu perintah dan tanggungjawab yang wajib disempurnakan setiap individu bergelar anak tanpa mengira ibu bapanya itu beriman atau sebaliknya. Dalam surah al-Isra', ayat 23 hingga 25, Allah menerangkan kepada kita supaya berbuat baik kepada mereka, maksudnya: "Dan Tuhanmu perintahkan supaya engkau tidak menyembah melainkan kepada-Nya dan hendaklah engkau berbuat baik kepada kedua-dua ibu bapa. "Jika seorang atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, janganlah engkau berkata kepada kedua-duanya sekalipun perkataan 'ah', dan janganlah engkau menengking mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia. "Dan rendahkanlah dirimu kepada kedua-duanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu dan doakanlah: Wahai Tuhanku! Kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka memelihara dan mendidikku ketika kecil. "Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada di hatimu; jika kamu orang yang baik, maka sesungguhnya Ia adalah Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat." Melalui nas terbabit jelas sekali kepada kita, berbakti kepada orang tua bukanlah perkara yang boleh dibuat main-main dan boleh dipandang ringan kerana ia adalah suatu perintah yang mesti dilakukan. Bahkan berbakti dan berbuat baik kepada mereka tergolong dalam amalan yang sangat disukai Allah. Ini sebagaimana hadis diriwayatkan dalam Sahih Bukhari daripada Abdullah, katanya: "Aku bertanya kepada Nabi s.a.w, amalan manakah paling disukai Allah Azza Wajalla? Baginda menjawab, solat pada waktunya. Abdullah berkata, kemudian apa? Baginda menjawab, kemudian bakti kepada kedua orang tua. Dia berkata lagi, kemudian apa? Baginda menjawab, jihad pada jalan Allah." Hadis berkenaan menunjukkan besarnya kedudukan ibu bapa dalam Islam. Berbakti dan berbuat baik kepada ibu bapa amalan terbaik yang patut didahulukan daripada perkara lain, termasuk berjihad. Menurut al-Qurthubi, termasuk berbakti dan berbuat baik kepada orang tua ialah tidak mencacinya dan menderhaka kepada mereka. Jika ibu bapa atau seorang daripada mereka menyuruh si anak, wajib anak mentaatinya apabila perintah itu bukan membabitkan perkara yang mengundang dosa dan kemurkaan Allah. Kita mempunyai ibu bapa dan kita sepatutnya bersyukur kepada mereka. Dengan adanya mereka, kita lahir ke dunia dan dapat mengenal segala isinya, malah dengan jasa mereka kita mendapat kenikmatan berlimpah ruah. "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu, hanya kepada-Ku kamu kembali." (Luqman:14) Bagaimana bersyukur? Antaranya, kita memikul tanggungjawab terhadap mereka, dengan mengambil berat kebajikan mereka setiap waktu, memberikan bantuan serta menjaga dan mengambil tahu makan pakai mereka. Sebagai anak, kita juga perlu menjaga hubungan dengan ibu bapa dan memastikan sentiasa akrab walaupun apabila sudah dewasa dan mempunyai rumah tangga sendiri. Perbuatan derhaka dilarang sama sekali. Mereka yang menderhaka berdosa besar. Dalam satu hadis menerangkan derhaka kepada ibu bapa adalah dosa besar selepas syirik. Diriwayatkan daripada Anas bin Malik, Nabi s.a.w pernah menceritakan mengenai dosa besar. Baginda bersabda yang bermaksud: "Menyekutukan Allah, menderhaka kedua-dua ibu bapa, membunuh dan berkata dengan kata-kata palsu." (Hadis riwayat Muslim) Menurut hadis nabi juga, orang yang derhaka pada ibu tidak mencium bau syurga. Dalam satu kisah, sahabat Nabi s.a.w bernama Alqamah, seorang yang kuat beribadat, tetapi apabila di saat kematiannya dia tidak dapat mengucap syahadah kerana perbuatannya menyinggung hati ibunya, akibat terlalu cinta kepada isterinya. Melihat keadaannya yang nazak, Nabi mengancam untuk membakarnya, tetapi apabila ibunya datang dan memaafkannya, azab yang menimpa Alqamah berakhir. Peristiwa terbabit wajar dijadikan iktibar kepada semua di antara kita. Janganlah kerana isteri hak ibu terabai dan disebabkan suatu perkara remeh, tergamak meninggikan suara terhadap ibu sendiri. Hayatilah sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: "Reda Tuhan (Allah) ada dalam reda kedua-dua ibu bapa dan kemurkaan-Nya ada dalam kemurkaan kedua-duanya." (Hadis riwayat al-Tabrani)

SISTEM PENDINGIN PADA SEPEDA MOTOR

A.    Deskripsi Singkat                 Setiap    motor    bakar    memerlukan    pendinginan. Untuk itu dikenal adanya siste...